Hukum Dzikir dan Doa Setelah Shalat Fardlu dengan Suara Keras dan Berjamaah
Kami uraikan masalah ini dan beberapa pendapat ulama tentang tidak disyari’atkannya dzikir jama’i sesudah shalat fardlu. Padahal asalnya, dzikir setelah shalat itu dituntunkan oleh syari’at, dan ini diingkari karena tatacaranya yang bid’ah. Maka bagaimana dengan dzikir dan tatacaranya yang kedua-duanya adalah bid’ah?
Lajnah Daimah pernah ditanya tentang hal ini:”Di negeri kami ada dua jama’ah. Masing-masing mengaku bahwa dialah yang benar. Selesai shalat, kami lihat salah satu jama’ah itu mengangkat tangan dan berdo’a secara berjama’ah dengan lafaz seperti berikut ini:
اللهم صل على محمد عبدك ورسولك النبي الأمي وعلى آله وصحبه وسلم تسليما
“Ya Allah limpahkan shalawat dan salam sebanyak-banyaknya kepada Muhammad, hamba dan Rasul-Mu, Nabi yang Ummi (tidak dapat membaca dan menulis). Juga kepada keluarga dan para sahabatnya.”
Ada doa lain yang mereka namakan Al Fatih. Sementara jamaah lain, ketika Imam mengucapkan salam, mengatakan: “Kami tidak akan melakukan seperti perbuatan jama’ah pertama. Dan ketika jama’ah yang pertama ditanya, mereka katakan bahwa do’a ini adalah pelengkap atau penyempurna shalat, dan tidak lain hanyalah kebaikan. Adapun jama’ah kedua, mereka mengatakan bahwa do’a ini adalah bid’ah yang tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dan mereka berdalil dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam:
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد.
“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintah dari kami, maka amalan itu tertolak.”
Ada beberapa hadits lain yang mereka jadikan hujjah, dan kami hanyalah orang-orang yang masih muda belum tahu mana yang benar. Mohon agar dijelaskan kepada kami mana yang benar.”
Jawab:”Do’a jama’i setelah Imam mengucapkan salam dengan serempak, tidak ada asalnya yang menunjukkan bahwa amalan ini disyari’atkan. Dan Dewan Riset dan Fatwa memberikan jawaban sebegai berikut: “Doa sesudah shalat fardlu dengan mengangkat kedua tangan baik oleh Imam maupun ma`mum, sendirian atau bersama-sama, bukanlah sunnah. Amalan ini adalah bid’ah yang tidak ada keterangannya sedikitpun dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dan para sahabatnya radliyallahu ‘anhum. Adapun do’a tanpa hal-hal demikian, boleh dilakukan karena memang ada keterangannya dalam beberapa hadits. Wabillahi taufiq. Semoga shalawat tetap tercurah kepada Nabi kita Muhammad beserta keluarga dan cara sahabatnya. (Lajnah Daimah).
Pada bagian lain, Lajnah menjawab: “Doa dengan suara keras setelah shalat lima waktu, ataupun sunnah rawatib. Atau doa-doa sesudahnya dengan cara berjamaah dan terus-menerus dikerjakan merupakan perbuatan bid’ah yang munkar. Tidak ada keterangan sedikitpun dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam tentang hal ini, juga para sahabatnya radliyallahu ‘anhum. Barangsiapa yang berdoa setelah selesai shalat fardlu atau sunnah rawatibnya dengan cara berjama’ah, maka ini adalah menyelisihi Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Dan apabila mereka menganggap orang yang mengingkari hal ini atau tidak berbuat sebagaimana yang mereka lakukan sebagai orang kafir atau bukan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, maka ini adalah kebodohan dan kesesatan serta memutarbalikkan kenyataan yang ada. (Lajnah Daimah, lihat Fatwa Islamiyah 1/318-319).
(Disalin dari “Bid’ah ‘Amaliyah Dzikir Taubat, Bantahan terhadap ‘Arifin Ilham Al Banjari”, Penulis: Al Ustadz Abu Karimah ‘Askari bin Jamal Al Bugisi, Murid Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i, Yaman).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar